postingan di bawah ini saya copy dari blog Elis Lindawati.. #buat ninggalin jejak di blog ini, karena lagi cari-cari info tentang SI.. :P
Sensori Integrasi: Dasar dan Efektivitas Terapi
Resume
Sensori Integrasi: Dasar dan
Efektivitas Terapi
Jurnal IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Tahun 2011
Terapi Sensori Integrasi sebagai
bentuk okupasi dan treatment pada anak dengan kondisi tertentu seringkali
digunakan sebagai cara untuk melakukan upaya perbaikan, baik untuk perbaikan
gangguan perkembangan atau tumbuh kembang atau gangguan belajar, gangguan
interaksi sosial, maupun perilaku lainnya.
Sensori integrasi merupakan suatu
proses mengenal, mengubah, membedakan sensasi dari sistem sensori untuk
menghasilkan suatu respon berupa “Perilaku Adaptif Bertujuan”.
Dasar Teori Sensori
Intergrasi
Dasar teori sensori integrasi yaitu:
v
Adanya plastisitas sistem saraf pusat
v
Perkembangan yang bersifat progresif yaitu, sensori
integrasi terjadi saat anak yang
berkembang mulai mengerti dan menguasai input sensori yang dialami. Contohnya,
fungsi vestibular muncul pada usia gestasi 9 minggu dan membentuk refleks Moro,
sedangkan input taktil mulai berkembang pada usia gestasi 12 minggu untuk ekplorasi
tangan dan mulut. Sistem sensori akan terus mengalami perkembangan sejalan
dengan bertambahnya usia anak.
v
Teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat
Pada teori sistem dan organisasi sistem
saraf pusat, proses sensori integrasi terjadi pada tingkat batang otak dan
subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal diperlukan untuk
perkembangan praksis dan produksi respons adaptif.
v
Respon adaptif
Respons
adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada tingkat
perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat ketrampilan yang tercapai
sebelumnya. Respons adaptif mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan dan
hal-hal baru.
v
Dorongan dari dalam diri
Konsep ini
merupakan hal terpenting dalam perkembangan sensori integrasi, bagaimana
dorongan ini muncul dari dalam diri yang terwujud dalam bentuk kegembiraan dan
eksplorasi lingkungan tanpa lelah. Tetapi motivasi internal ini kurang atau
tidak dimiliki oleh anak dengan gangguan disfungsi sensori integrasi.
Gangguan Pemrosesan
Sensori
Sensor Intergrasi (“SI”) terjadi
akibat pengaruh input sensori, antara lain sensasi melihat, mendengar, taktil,
vestibular, dan proprioseptif. Proses ini berawal dari dalam kandungan dan
memungkinkan perkembangan respons adaptif, yang merupakan dasar berkembangnya
ketrampilan yang lebih kompleks, seperti bahasa, pengendalian emosi, dan
berhitung. Gangguan dalam pemrosesan sensori ini dapat menimbulkan berbagai
masalah fungsional dan perkembangan yang dikenal sebagai disfungsi sensori
integrasi. Prevalens gangguan proses sensori makin kecil peluangnya pada anak
tanpa catat 5%-10%, tetapi makin besar peluang terjadi prevalens pada anak
dengan kecacatan 40%-88%.
Pada keadaan gangguan proses
sensori, input sensori dari lingkungan dan internal tubuh bekerja secara
masing-masing, sehingga anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa
yang harus dilakukan. Tahapan proses sensori meliputi pengenalan, orientasi, interpretasi dan organisasi. Konsep progresi perkembangan,
sensori integrasi terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan
menguasai input sensori yang dialami. Mispersepsi dapat menimbulkan berbagai
gangguan perkembangan dan perilaku.
Gangguan pemrosesan sensori ini dibagai
ke dalam klasifikasi diagnostik sbb;
·
Classification of Mental Health and Development
Disorders of Infancy and Early Childhood (revised),
·
Diagnostic
Manual for Infancy and Early Childhood darithe Interdisciplinary Council on
Developmental and Learning Disorders,
·
Psychodynamic Diagnostic Manual.
Gangguan pemrosesan
sensori terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
1.
Sensory modulation disorder (SMD), Pada SMD anak
mengalami kesulitan berespons terhadap input sensori sehingga memberikan
respons perilaku yang tidak sesuai dengan Sensory modulation disorder terbagi
menjadi tiga subtipe, yaitu:
·
Sensory Overresponsive (SOR), response terhadap
sensasi lebih cepat, intens dan lebih lama dari sewajarnya.
·
Sensory Underresponsive (SUR), kurang response/tidak
memperhatikan rangsangan sensori dari lingkungan. Menyebabkan apatis atau tidak
memiliki dorongan untuk memulai sosialisasi dan eksplorasi.
·
Sensory Seeking/Craving (SS), seringkali merasa tidak
puas dengan rangsangan sensori, cenderung mencari aktivitas yang sensaional.
1.
Sensory-Based Motor Disorder (SBMD), pada sensory ini anak
memiliki gerakan postural yang buruk. Pada disfungsi ini anak mengalami
kesalahan dalam menginterpretasikan input sensori yang berasal dari sistem
proprioseptif dan vestibular. Pada SBMD mempunyai dua subtipe, yaitu:
·
Dyspraxia, anak memiliki
gangguan dalam menerima dan melakukan perilaku baru juga memiliki koordinasi
yang buruk pada ranah oromotor, motorik kasar dan halus.
·
Postural Disorder, anak
mengalami kesulitan untuk menstabilkan tubuh saat bergerak maupun beristirahat.
Anak dengan gangguan postural biasanya tampak lemah, mudah lelah, dan cenderung
tidak menggunakan tangan yang dominan.
2.
Sensory discrimination disorder (SDD), pada sensory ini anak mengalami
kesulitan dalam menginterpretasikan kualitas rangsangan sehingga tidak dapat
membedakan sensasi yang serupa. SDD pada sistem visual dan auditory dapat
menyebabkan gangguan bahasa dan belajar, sedangkan SDD pada sistem taktil,
proprioseptif dan vestibular menyebabkan gangguan kemampuan motorik.
Psinsip
Terapi Sensori Integrasi
Terapi sensori integrasi menekankan
stimulasi pada tiga indra utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif.
Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera pengelihatan
dan pendengaran, namun sistem ini sangat penting karena membantu interpretasi
dan respons anak terhadap lingkungan.
Sistem
Taktil
Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar
yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap
rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri
dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam
melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi
Taktil
yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi
terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh, menghindari
kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju tertentu,
serta menggunakan ujung-ujung jari, untuk memegang benda tertentu.
Bentuk lain disfungsi ini adalah
perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat
berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan
suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang,
perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat
menyebabkan anak berada dalam bahaya.
Sistem
vestibular
Sistem vestibular terletak pada
telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan
posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot, keseimbangan, dan
koordinasi bilateral.
Tanda tanda anak yang hipersensitif
terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight antara lain ;
anak takut atau lari dari orang lain,anak
bereaksi takut terhadap gerakan sederhana,
peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil.
Sistem
Propioseptif
Terdapat
pada serabut otot, tendon dan ligamenyang memungkin anak secara tidak sadar
mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Contoh dari sistem ini adalah gerakan
motorik halus, antara lain menulis, mengangkat sendok dan mengancingkan baju. Hipersensitive
terhadap sistem propioseptif menyebabkan berkurangnya kemampuan menginterpretasiklan
umpan balik/feed back dari setiap gerakan dan tingkat kewaspadaan yang relative
rendah . Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah clumsiness, kecenderungan
untuk jatuh, postur tubuh yang aneh, makan yang berantakan, dan kesulitan
memanipulasi objek kecil, seperti kancing. Hiposensitif sistem
proprioseptif menyebabkan anak suka
menabrak benda, menggigit atau membentur benturkan kepala.
Efektivitas
Terapi Sensori Integrasi
Terapi sensori intergrasi
memperlihatkan adanya manfaat untuk anak dengan retardasi mental ringan,
autisme, dan gangguan pemrosesan sensori. Meskipun dalam beberapa literatur
efektivitas terapi SI dinyatakan tidak lebih baik daripada terapi alternatif,
akan tetapi beberapa
penelitian membuktikan bahwa efektivitas terapi SI berhasil pada anak-anak
dengan retardasi mental ringan, autism spectrum disorder dalam mengoptimalkan
pemrosesan sensori dan respons motorik. Penelitian juga menunjukkan terapi
sensori integrasi ini juga efektif pada anak ADHD dalam mengurangi kesulitan
pada gangguan Sensory Motor Disorder (SMD).
Terapi sensori integrasi banyak digunakan untuk tata laksana anak dengan
gangguan perkembangan, belajar, maupun perilaku. Elemen inti terapi
sensori integrasi yang terdiri dari 10 elemen, belum diterapkan pada
sebagian besar (94%) penelitian yang menggunakan prinsip terapi sensori
integrasi. Penelitian yang lebih baru menunjukkan adanya manfaat dari
terapi Sensori Integrasi untuk anak dengan retardasi mental ringan,
autisme dan gangguan proses sensori.sumber: http://elislindawati.blogspot.co.id/2014/06/resume-sensori-integrasi-dasar.html
0 komentar:
Posting Komentar