Cinta Ala Jawasentris


                “Lahire kapan? Tanggal piro? Wetone opo?”
                Lan takonan liyane soko si mbok soal jodoh.
                Hal pertama yang dipersoalkan orang tua menyoal calon pasangan adalah apa ‘weton’nya. Weton, semacam syarat atau patokan, layaknya kitab bagi orang jawa. Di jaman yang katanya sudah modern ini, kepercayaan akan hal ini masihlah marak. Penanggalan jawa, “pasaran” (hari) contohnya senin pahing, rebo pon atau jum’at kliwon yang terkenal keangkerannya.
                Apabila menurut perhitungan-perhitungan pada weton anda tidak cocok dengan pasangan (calon), maka ini dianggap kesialan. Untuk mengatasi masalah kesialan ini terkadang terdapat syarat-syarat khusus jika ingin melanjutkan hubungan. Tetapi jika memang tidak bisa terdapt syarat, maka mau tidak mau, anda harus melepaskannya.
                Bagaimana dengan cinta?( #mana hujhan, mana bechek, gak ada ojhek) lain lagi b.go..
                Rasa cinta dianggap omong kosong ketika dihadapkan pada ketidaksingkronan weton. Bagaimana bisa kisah asmara yang dianggap suci (gak tau ya di kalangan remaja sekarang), bisa ditentukan oleh weton. Ini Jawasentris sekali, dan pastinya Indonesia punya.
                Selain weton, hal yang lainnya adalah suku yang sejenis (biasanya). Bukannya bermaksud menjelek-jelekkan suku lain, tetapi masih banyak orang jawa yang enggan memiliki pasangan hidup yang lain suku. Banyak persepsi mengenai orang-orang selain suku jawa dari orang-orang jawa (hayo bingung tak). Ada yang bilang, orang suku ini orangnya pelit-pelit, suku yang itu kalau sudah berumah tangga akan lebih menyayangi keluarga (asalnya), dll (Tanya saja pada orang lain di sekitar anda apa lagi contohnya, :P).
                Bukankah sesuatu yang mengganjal ketika kisah suci diganjal oleh hal-hal seperti itu?
                Bukankah hal yang paling utama dalam hal pasangan hidup adalah dikarenakan imannya?

                “lalu mbak memilih yang mana, jika memang sesuai dengan perhitungannya tidaklah singkron antara mbak dan dia?”
                “yo mbak melu karo karepe di mbok. Moso aku kudu mbantah wong sing wis nglahirke aku”
                “emangnya mbak gak sedih, masa cuma gara-gara weton aja?”
                “mau bagaimana lagi, daripada dikutuk jadi batu”

                Pasrah dan menerima saja apa adanya sebuah perhitungan yang menurutku masih gak masuk akal. 
                Orang Indonesia terlalu sering melihat dari satu sudut pandang saja tanpa melihat sisi lain (yang mungkin punya pengaruh yang sama ataupun bahkan lebih besar).
(#kebanyakan dicekokin sinetron sih!!)
Dan ini hanyalah terjadi pada Jawasentris Indonesia punya.



NB :
#maaf apabila ada kesalahan baik dalam isi maupun bahasa,karena saya orang bodoh yang sedang belajar mengenai kebodohan saya dan apa yang ada di sekitar saya . . . .

2 komentar:

Rohmah mengatakan...

ini bener banget.. setuju deh sama lo.. hehe

Ika Uni Pratiwi mengatakan...

susah ya kalau di posisi itu,,,

Posting Komentar

Powered By Blogger