Hari ini Matahari terang tak menyengat. Udaranya sejuk tak
separah kota megapolitan Jakarta. Aku kini berada di kota Malang. Jauh
kuberanjak dari kotaku yang terkenal dengan segala keruwetannya yang katanya
akan dibenahi oleh sang mpunya logo kotak-kotak. Begitu terasa jauhnya karena
ini pertama kalinya ku pergi sendiri.
Hal ini kulakukan demi sahabatku yang sedang berbahagia
dengan hajatnya yang semoga menjadi pertama, terakhir, dan abadi dunia akhirat.
Ya, Zahra sedang melangsungkan resepsi pernikahannya.
Dia adalah sahabatku dari kecil, rumah kami bersebelahan.
Kami satu kelas bahkan satu meja saat masa putih merah. Tetapi ketika SMP dia
dan keluarganya pindah ke Malang. Hubungan kami sedikit terhambat karena jarak.
Kami dapat berkomunikasi hanya lewat surat, saat itu handphone belum menjamur.
Hal itu kami lakukan setiap bulan, tetapi selang setahun aku benar-benar
kehilangan kontak dengannya. Entah apa penyebabnya, suratku tak pernah
terbalas. Apa dia pindah rumah, atau dia pindah alam? Duh, untuk option kedua
aku tidak mengharapkannya. Jika dia juga mengirim surat untukku aku juga sudah
pindah rumah. Yasudahlah jika memang Allah mengizinkan kami pasti dapat bertemu
kembali.
Dan
Allah benar-benar mengizinkannya. Lewat jejaring sosial facebook aku menemukan
dia kembali.
Hubungan kami terjalin kembali. Kami sering berbincang tapi
lewat handphone maupun media lain.
Sampai
ketika kabar gembira itu sampai di telingaku. Walau tanpa undangan tertulis aku
dengan senang hati mendatanginya. Bergegas keluar dari stasiun kereta api dan
mencari kendaraan ke TKP. Aku tertarik dengan si becak yang sudah jarang
kulihat di Jakarta. Ternyata benar, kediamannya tak jauh dari stasiun.
Terlihat
janur kuning melambai menunjukkan tempat sang mpunya hajat.
Terlihat
riuh tawa tamu yang hadir. Bergantian menyalami raja dan ratu hari itu.
Langsung ku ikuti barisan. Benar-benar mengekor layaknya antrian pembagian BLT.
Tetapi nikmati saja, rasakan kegembiraan yang sudah terjalin di acara tersebut.
Tiba
giliranku, bertemulah aku dengan mempelai wanita. Bertahun-tahun tak bersua dan
kini dia sudah bahagia menjadi seorang istri.
"Ra,
selamat ya, semoga bisa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah,
aamiin", ucapku
"Aamiin.
Ni, makasih banyak ya, sudah jauh-jauh datang. Aku kangen sama kamu. Nanti kita
ngobrol-ngobrol ya", sahut Zahra.
"Iya,
aku juga kangen sama kamu, sampai nanti ya. Oiya maaf siapa nama suamimu, tadi
aku tidak memperhatikan karangan bunga di depan, hehehe", balasku.
"hhaha..
Kebiasaan deh, suamiku namanya Danu", ujar Zahra.
"maaf...
maaf"
"selamat
ya, Da.....nu"
Sedikit tak sadar dengan ucapan selamat itu. Waktu seakan
berhenti. Aku terpaku sejenak. Air mata menggenang di sudutnya.
Kulangsung menyadarkan diri dan bergegas keluar barisan. Tak
kuhiraukan panggilan Danu. Rasa sakit ini mengalahkan semuanya, sakitnya
seperti disayat silet tajam. Sakit.
Aku berjalan menerobos tetamu dan menuju kursi di sudut
tenda. Menahan air mata jatuh, tapi ku tak sanggup lagi. Terisak di sana,
sendiri. Tak ingin menjadi perhatian orang-orang aku pulang, bukan ke Jakarta,
tapi salah satu kamar hotel yang telah kusewa.
Perjalanan kesana terasa berat. Layaknya beban berton-ton di
pundak ini. Air mata bercecer, jalanku layu, tanpa kata bermuka tekuk. Akhirnya
dengan susah payah ku dapat menjangkau pintu kamarku. Yang kutuju adalah tempat
peraduan.
Hati
ini telah pecah berkeping, dan raga ini lelah mengumpulkan kepingan hati itu.
Danu adalah cinta pertamaku. Cintaku dalam diam. Aku sangat
dekat dengannya. Aku bahagia bersamanya. Tapi bahagiaku berpendar ketika berakhirnya
masa putih abu-abu. Dan 'perpisahan' yang tak jelas kualami. Dia memutuskan
untuk memperdalam ilmu agama di Al-Azhar, Mesir. Aku bangga dengan keputusannya
dalam hal pendidikan dunia akhirat. Tapi aku tak mengerti dengan keputusan
hubungan kami. Sebulan sebelum keberangkatannya, ia memutus semua kontak
denganku. Tak ada penjelasan yang sesungguhnya. Dia meninggalkanku tanpa pesan.
Selamat datang hari-hari yang bertambah muram.
Aku
mencoba untuk menghubunginya, lewat apapun. Hasilnya nihil. Kalau dianalogikan,
aku adalah penyelam yang mulai kehabisan oksigen, dialah oksigenku. Mungkin
berlebihan ya, tapi kenelangsaan ini begitu menyesakkan. Mungkin kalian anggap aku
adalah wanita bodoh, aku mencintai dia, begitu pula dengannya. Tapi cinta kita
tidaklah kami ikat dengan status apapun. Aku tak mungkin mendahului untuk
meminta pernyataan status hubungan dengannya. Aku hanya mampu menunggu dan
menunggu sampai batas waktu yang tak ku ketahui.
Aku hanya mampu meratapi kehilangan
dirinya. Ah, aku mulai bosan dengan hidup berisi ketidakpastian seperti ini.
Dia meninggalkanku tanpa salam perpisahan apapun. Hilang bak tergulung debur
ombak tsunami. Tetapi waktu juga yang mengingatkanku bahwa aku wanita kuat, aku
mampu melanjutkan hidup. Aku tersemangati oleh perpisahan dengannya. Dia mampu
mendadak melupakanku dengan alas an pendidikan. Aku pasti lebih mampu untuk
melakukan hal yang lebih baik lagi darinya. Aku juga harus mengenyam Pendidikan
Tinggi agar mampu menyainginya. Aku mampu ‘menang’ darinya, walau aku sudah
takluk karena cintanya.
Danu adalah motivasi terbesarku
untuk berjuang untuk hidup. Kini… dia berjuang untuk hidup bersama wanita lain
yaitu Zahra sahabatku. Luka lama karena ditinggalkan oleh Danu tanpa pesan
apapun yang mulai mengering, kini terkelupas kembali, makin dalam, makin sakit.
Ya Allah, beras sekali cobaan hamba. Ternyata cinta suci yang kuagung-agungkan
adalah sesuatu yang paling menyakitkan. Ya.. bagiku cinta adalah hal yang
paling menyakitkan yang pernah kurasakan selama aku hidup. Cintaku pergi
bersama sahabatku.
Banyak pepatah mengatakan, ‘cinta
tak harus memiliki’. Cintaku bukanlah jodohku. Aku tidak berjodoh dengan Danu
sang pujaan hatiku. Mungkin aku harus bahagia melihat dua orang yang aku
sayangi mendapatkan kebahagiaan bersama. Walaupun rasanya berat sekali. Ini adalah
hal terberat untuk mengikhlaskan semuanya. Lebih baik dia hidup bahagia dengan
orang lain daripada harus hidup dengan orang sepertiku.
Sudah dua tahun berlalu setelah
acara resepsi pernikahan dua orang yang sangat kucintai. Aku yakin mereka
sangat bahagia sekarang.
“Selamat siang bu”, sapa Pak Pos
“Siang”, sahut Zahra
“Ini bu ada surat. Tolong ditandatangani di keras ini sebagai
bukti”, kata pak pos sembari menyodorkan kertas dan surat.
“OK.. terima kasih ya pak”, ucap Zahra lalu masuk
meninggalkan pak pos.
“Surat dari siapa mi?, Tanya Danu
“Hhhmmm…. Ow dari sahabat umi”
“Zahra??”
“Iya Zahra, kenapa bi?
“Nggak apa-apa, coba baca isinya apa”
Assalamu’alaikum wr…wb
Hai Zahra dan Danu
Aku sebelumnya meminta maaf
atas semua kesalahan-kesalahanku. Mungkin untuk saat ini bukanlah jamannya
untuk mengirim surat seperti jaman kita kecil Ra. Tetapi sudah jamannya gadget.
Ra, aku bisa menemukanmu kembali lewat jejaring sosial. Dan aku kehilangan
cintaku karena hanya terpaku pada jejaring sosial.
Sebelumnya aku ingin meminta
maaf kepada kalian karena aku tidak berpamitan kepada kalian saat acara
resepsi. Aku juga meminta maaf karena aku memutuskan untuk menutup semua akun
jejaring sosialku termasuk mengganti nomor telepon. Aku tidak tahu harus
berbuat apa ketika aku mengetahui kalian berdua telah sah menjadi suami istri. Aku
senang, bahagia, kecewa, sedih. Semua rasa campur aduk saat itu. Aku mengirim
surat ini tidak bermaksud untuk mengganggu kelangsungan rumah tangga kalian. Aku
hanya ingin menyampaikan semua perasaanku. Aku mencintai seseorang yang kini
duduk di sampingmu sudah sejak lama. Dia adalah cinta pertama dan terakhirku
karena sejak aku kehilangan dia, aku tidak pernah memberikan cintaku kepada
pria lain. Awalnya hatiku hancur lebur, untuk kedua kalinya dia meninggalkanku.
Tetapi aku mulai sadar, cinta tak harus memiliki. Selamat ya atas pernikahan
kalian, semoga kalian bahagia dunia akhirat. Aku bahagia jika dua orang yang
aku cintai hidup bahagia. Walaupun aku tidak dapat menatap tawa canda
kebahagiaan kalian, aku akan ikut tersenyum dari tempat lain. Saat kalian
membaca surat ini aku harap kalian mendoakan aku agar aku dapat diterima di
sisi Allah SWT.
Danu, jagalah Zahra dengan
sebaik-baiknya. Zahra, jaga Danu juga ya. Jadilah keluarga yang sakinah,
mawadah, warahmah. Aamiin
Salam manis dari Nini.
“Ni… maafkan aku, aku telah membuatmu sakit”.
“iya Ni.. aku adalah pria tejahat di hidupmu.. maafkan aku”
1 komentar:
absurb tenan kiiiii..........
Posting Komentar