Kesulitan Belajar



Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman,  gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.
      Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan  belajar dapat dibagi dua. Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan di antara keduanya (Kirk dan Gallagher, 1986: Mulyono Abdurahman, 1996: Hidayat, 1996).
       Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berinteligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
       Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan pendekatan profesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi.
       Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya. Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan, kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan kondisi anak.
    Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
Ciri-ciri anak berkesulitan belajar spesifik:                                                                                        
·         Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
·            Kesulitan membedakan bentuk,
·            Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
·            Sering melakukan kesalahan dalam membaca
·         Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
·            Sangat lamban dalam menyalin tulisan
·            Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
·            Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
·            Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
·            Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
·         Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
·            Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
·            Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
·            Sering salah membilang secara berurutan
·            Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
·            Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

Kebutuhan Pembelajaran Anak Berkesulitan belajar khusus
        Anak berkesulitan belajar khusus memiliki dimensi kelainan dalam beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, diantaranya:
·            Materi pembelajaran hendaknya disesuikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi anak
·            Memerlukan uratan belajar yang sistimatis yaitu dari pemahaman yang konkrit ke yang abstrak
·            Menggunakan berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan hambatannya.
·            Pembelajaran sesuai dengan urutan dan tingkatan pemahaman anak
·            Pembelajaran remedial.

Sumber : Identifikasi Anak Berkebutuhan  Khusus. 2007 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Mandikdasmen Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger